Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah alat ukur yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja perguruan tinggi. IKU terdiri dari 8 indikator yang harus dicapai oleh perguruan tinggi. IKU dapat digunakan untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan di perguruan tinggi. IKU juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu perguruan tinggi bisa mendapatkan bonus insentif kerja dari pemerintah.
IKU untuk perguruan tinggi vokasi dapat mencakup indikator-indikator berikut:
I. IKU 1
Lulusan mendapatkan pekerjaan yang layak. Perguruan tinggi yang mencetak alumni dengan pekerjaan layak akan mempengaruhi hasil pencapaian. Semakin banyak lulusan yang mendapatkan pekerjaan, menekuni usaha sendiri, atau melanjutkan studi artinya perguruan tinggi tersebut telah berhasil mecapai IKU pertama. Dengan adanya IKU 1 ini perguruan tinggi tidak hanya fokus pada kurikulum untuk ilmu pengetahuan. Namun, juga membekali mahasiswanya dengan keterampilan yang mempunyai nilai jual di dunia kerja.
II. IKU 2
Mahasiswa mendapatkan pengalaman di luar kampus. Kegiatan di luar kampus meliputi kerja magang, proyek, desa, mahasiswa mengajar, pertukaran pelajar dan riset.
Mahasiswa tidak hanya belajar di kelas secara pasif, tapi juga aktif melalui kegiatan pembelajaran yang variatif. Tentunya, perguruan tinggi perlu memfasilitasi hal ini sehingga keterampilan mahasiswa akan berkembang dan mendukung untuk masuk dalam dunia kerja. Program dari pemerintahan yang mendukung indikator inipun tidak sedikit. Salah satunya adalah Magang dam Studi Independen Bersertifikat (MSIB) yang dapat diikuti oleh seluruh mahasiswa perguruan tinggi.
III. IKU 3
Dosen yang mengajar di perguruan tinggi diwajibkan untuk mengikuti kegiatan di luar kampus. Selain mahasiswa, Kemendikbud juga ingin dosen memiliki kegiatan di luar kampus yang masih berhubungan dengan pembelajaran. Kegiatan tersebut seperti mencari pengalaman industri dan mengajar di kampus lain. Dengan terjun langsung di industri, dosen dapat meningkatkan kompetensinya dan memiliki ilmu pengetahuan yang bukan dari teori saja.
IV. IKU 4
IKU 4, praktisi mengajar di dalam kampus. Bukan hanya dosen, tapi juga praktisi yang berpengalaman di suatu bidang. Jadi, perguruan tinggi harus merekrut dosen yang memiliki pengalaman di lapangan. Jadi, dosen akan masuk ke dunia industri dan pelaku industri akan menjadi dosen. Waktu mengajar yang diberikan kepada praktisi yaitu 50-100 jam per satu semester. Tujuannya, agar ilmu yang didapatkan mahasiwa lebih banyak.
V. IKU 5
IKU 5 adalah tentang pemanfaatan hasil kerja dosen secara langsung di kalangan masyarakat. Hasil kerja seperti riset, solusi, buku, produk, dan sistem dapat dimanfaatkan untuk masyarakat luas. Hasil ini juga bermanfaat bagi dosen ketika mendapatkan rekognisi atau pengakuan dari masyarakat internasional. Anak didik yang ikut andil kemungkinan besar juga mendapatkan penghargaan internasional yang dapat digunakan oleh masyarakat internasional juga.
VI. IKU 6
Adanya program studi yang bekerjasama dengan mitra kelas dunia. Kerjasama yang dilakukan dapat berbentuk magang, kurikulum, dan penyerapan lulusan. Kolaborasi ini bertujuan menyempurnakan program studi. Mitra yang dimaksud adalah industri atau perusahaan yang sesuai dengan program studi. Dapat juga berupa perguruan tinggi lain yang ada di luar negeri ataupun dalam negeri. Perusahaan akan mendapatkan calon karyawan yang ideal. Ketika mahasiswa yang melakukan magang bekerja dengan baik, dapat langsung direkrut oleh perusahaan untuk menjadi karyawan.
VII. IKU 7
Kelas yang kolaboratif dan partisipatif. Kampus, dosen, hingga mahasiswa harus dapat membangun suasana kelas. Dosen dapat melibatkan mahasiswa dengan merangsang keterlibatan mereka dalam proses belajar di kelas. Mahasiswa juga diharapkan ikut aktif dalam mengisi kelas, seperti aktif bertanya dan mencari referensi pembelajaran. Sehingga, mereka dapat belajar secara mandiri.
Dosen dapat membuat kelompok belajar berbasis proyek atau metode studi kasus. Jadi, hadirnya kelas kolaboratif dan patisipatif.
VIII. IKU 8
Adanya program studi berstandar internasional di dalam sebuah perguruan tinggi. Perguruan tinggi diharapkan mampu untuk mendapatkan akreditasi internasional. Sehingga, dapat dikenal luas oleh dunia. Akreditasi internasional didapatkan dari lembaga resmi yang sudah diakui oleh Kemendikbud. Caranya, menerapkan sistem atau kurikulum yang sesuai dengan standar internasional. Selain itu, melakukan kolaborasi dengan mendatangkan dosen dari luar negeri.